Apa itu perencanaan ?
Perencana merupakan aktivitas universal manusia, satu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan antara berbagai alternatif yang ada.
Contoh:
Meskipun perencanaan itu dilakukan setiap orang, akan tetapi perencanaan kota sangat berbada dengan bentuk perencanaan lainnya dalam berbagai aspek yang penting, yaitu:
Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masal kemasyarakatan.
Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanakan dengan matang
Tujuan dan sasarannya, serta prantara-prantara untuk mempunyai, sering teramat tidak pasti,
Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan;
Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menjanjikan berbagai alternatif. Hasil dari hampir semua aktivitas perencana hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil.
Apa itu Perencanaan Kota dan Daerah? daerah perkotaan dan perencanaan yang sistematis, kreatif pendekatan yang digunakan untuk alamat tersebut, sosial, fisik, ekonomi dan masalah lingkungan, kota. Pinggiran kota, area metropolitan. Menggunakan perusahaan-perusahaan berencana untuk membuatnya atau merevitalisasi organisasi mereka ketika merancang. Demikian juga, pemerintah berencana untuk membuat masyarakat berfungsi sebagai lingkungan yang enak untuk ditempati.
Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi, kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut. Kalau berbicara tentang kependudukan yang pastinya berkaitan dengan Mahluk hidup, arti mahluk hidup disini adalah manusia, karena manusia adalah subjek perancana. Mengapa kita perlu membicarakan manusia didalam kependudukan ? karena manusia paling dipentingkan di suatu kota atau wilayah. (kota sangat dipengaruhi oleh manusia).
10 aspek yang berkaitan dengan kependudukan :
Jumlah dan kepedatan penduduk
Persebaran penduduk
Komposisi penduduk
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk
Pertenaga kerjaan
Indeks kualitas hidup
Indicator tingkat pendidikan
Metoda partisipasi kelembagaan
Dinamika sosial masyarakat
Indeks perkembangan
Lan Use Plenning Ini mungkin adalah yang tertua dengan konsentrasi dalam perencanaan. pengembangan lahan. lmportant mencakup masalah-masalah pelestarian lingkungan, peraturan penggunaan lahan, rekreasi, keseimbangan ekologi, dan pengelolaan lahan.
Perncanaan kota berperan dalam Lan use plenning
Beberapa keputusan keputusan rencana guna lahan :
Perencanaan land use bertindak sebagai coordinator atau manager sebagai pembuat, dan sebagai yang menerapkan segala bentuk peraturan perencanaan guna lahan.
Perencana land use mengajak atau mendukung masyarakat komunitas secara bersama untuk mencapai keuntungan bersama.
Perencana land use harus bekerja secara efektif dalam melihat dan menanggapi semua kepentingan, tindakan, dan kerja sama dengan berbagai “pemain”.
Perencana guna lahan bukan hanya sekedar perencana tapi juga harus bertindak sebagai manager, menyiapkan dan melaksanakan peraturan dan menjembatani kerja sama antara aktor yang terlibat untuk mencapai tujuan bersama.
Perencana mempunyai posisi yang unik karena bertanggung jawab dalam pembuatan rencana, peraturan dan proses pelibatan masyarakat (partisipasi) dalam penyusunan rencana dan evaluasi kebijakan.
Fasum dan Fasos Diman disini kita mempelajari tentang Infastruktur, Tolak ukur suatu kota, dan prasarana Infastruktur dibagi menjadi 2 yaitu: Prasarana dan Sarana
Prasarana: yaitu hal yang mutlak sebelum sarana, contohnya jalan, dan lain-lain, Sarana: sebagai alat pembantu prasarana contohnya mobil. Tolak ukur suatu kota dilihat dari infastruktur contohnya fasilitas yang ada dikota itu sendiri
Prasarana dibagi menjadi 2 yaitu: Bentuk dan Fasum
Bentuk seperti ruang bangunan dan jaringan contohnya seperti jalan, Drainase, PAM, jaringan telepon, listrik dan lain-lain.
Fasum seperti pendidikan, tempat ibadah, rekreyasi kebudayaan, tempat pemandian umum, fasilitas perbelanjaan.
Urban Design What Is Urban Design ? yang berhubungan dengan organisasi berskala besar atau design dari suatu kota : masa bangunan, jarak antar bangunan.
Jangka waktu realisasi lama : 15 – 20 tahun.
Berkaitan dengan aspek transportasi, identitas lingkungan, orientasi pejalan kaki, dan iklim.
Tugas urban designer:
pekerjaan antara dua profesi ini (arsitektur dan urban planner ). Adalah pekerjaan urban designer. Urban designer mengkombinasikan kepentingan design fisik suatu kota (pengorganisasian bangunan-bangunan dan ruang-ruang yang terjadi diantaranya) dengan produk-produk kebijaksanaan tentang kota yang ada. Hasil pekerjaan seorang urban designer adalah perencanaan fisik kota atau kampung, pertokoan, perumahan baru, bahkan wilayah-wilayah baru).
Kebijakan Ini adalah salah satu yang terbaru dari konsentrasi dalam perencanaan. Kebijakan difokuskan pada pengembangan kebijakan rasional untuk beberapa jenis perubahan sosial dan pengelolaan program-program yang ada. Kebijakan dan program mungkin prihatin dengan fisik lingkungan atau salah satu dari sejumlah masalah sosial. Kebijakan perencana biasanya sendiri merancang implemen. Secara umum strategi dan menanggapi berbagai keprihatinan masyarakat.
Contoh kebijakan (peraturan mentri)
UU No 26 tentang peraturan ruang
Peraturan pemerintah No 26 Thn 2008 tentang rencana taruang nasional
Rencana tataruang propinsi
Rencana tataruang wilayah kota
Pedoman penentuan kawasan sekitar danau, waduk dan SITU
Peraturan mentri no 28 tahun 2008 tentang tataruang evaluasi rancangan tataruang daerah
Peraturan mentri Negara perumahan rakyat republik Indonesia no 3tahun 2008 tetang pedoman penyusunan rencana rinci tataruang kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri
Sumber daya alam adalah sumber daya yang sudah ada atau diciptakan oleh Tuhan. Sumber daya alam yang meliputi suber daya biotik dan abiotik. Sumberdaya alam terbagi atas 4 jenis yaitu:
Suber daya tanah
Sumber daya hutan
Sumber daya udara
Sumber daya air
Sumber daya buatan adalah sumber daya yang dibuat oleh manusia sendiri, seperti sarana dan prasarana transportasi, energi, kelistrian, air dan prasarana wilayah lainnya seperti persampahan, drainase, dan sanitasi.
Seber daya buatan dibagi atas beberapa jenis yaitu:
Sarana dan prasarana transportasi darat
Sarana dan prasarana transportasi air
Sarana dan prasarana transportasi udara
Sarana dan prasarana sumber daya air
Masalah Perkotaan banyaknya masalah yang dihadapi dalam implekasi rencana tersebut akan yang paling menonjo lemahnya kekuatan hokum yang mengandung penatapan ruang dan mengolah wilayah baru.
Kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini menyangkut aspek-aspek : politik, sosial budaya, teknologi, ekonomi, dan fisik ruang kota.
Namun disini saya mengambil aspek fisik ruang kota. Karena lebih berkaitan denggan Kota saya.
Salah satu teori “Von Thunen” (1780) yang mengatakan “Perkembangan fisik kota dapat diindikasikan secara kasat mata melalui penggunaan lahan”. Oleh karena itu eksistensi kota dapat ditinjau paling sedikitnya dari dua ukuran yaitu :
1. ukuran “settlement morphology” dan
2. ukuran “legal articulation”.
Kedua ukuran ini saling berkaitan langsung dan berimplikasi pada bentuk wujud dan karakteristik kota. Daerah terbangun kota (urban built up areas) merupakan garis yang jelas untuk mengamati bagaimana percepatan perembetan kota ke arah luar. Di luar built up areas terdapat zona-zona pinggiran (fringe zone) yang pada saatnya akan merupakan lokasi baru bagi pengembangan fungsi-fungsi perkotaan terutama fungsi permukiman. Kondisi seperti ini juga dialami atau sudah terjadi di salah satu kota di Indonesia yaitu Kota Ternate.
Ada dua penyebab perkembangan kota ke arah luar atau pinggiran yaitu:
1. karena tekanan harga lahan dan kepadatan di pusat kota.
2. Faktor-faktor eksternal diluar sistem perencanaan yang berimplikasi langsung kepada minat atau orientasi masyarakat untuk bermukim misalnya gangguan lingkungan, bencana alam, dan sebagainya.
Saat ini Kota Ternate dengan pertumbuhan penduduk 1,23 % per tahun mempunyai jumlah penduduk 165.540 jiwa dengan luas kota 18.022,24 M. Ruang aktivitas penduduk masih terpusat ke pusat kota dengan fungsi dominan berupa kawasan perdagangan (CBD) dan perkantoran (pemerintah, swasta). Kedua tipikal ruang aktivitas tersebut merupakan potensi tarikan perjalanan. Selain itu 60 % guna lahan permukiman juga tersebar di kawasan pusat kota dibanding kawasan pinggirannya (fringe areas). Hal ini berimplikasi pada besarnya tarikan dan bangkitan perjalanan dari pola arus lalu lintas yang menuju centroid pusat kota pada pagi maupun sore hari.
Berdasarkan besar batas fisik kekotaannya, Kota Ternate tergolong kepada “Over Bounded City”. Maksudnya batas fisik daerah terbangun berada di dalam batas administrasi kota. Dalam kondisi seperti ini, memang tidak menimbulkan goal conflict antara pemerintah kota dan pemerintah daerah karena wilayah administrasi kota sendiri meliputi wilayah yang luas dan meliputi daerah-daerah yang masih menunjukkan ciri perdesaan walaupun masih di dalam wilayah administrasi suatu kota.
Selain itu kondisi seperti ini dalam perencanaan tata ruang dan kemungkinan perluasan masih dalam wewenang dan control pemerintah kota itu sendiri. Demikian juga halnya Kota Ternate sangat memungkinkan perluasan dan pengembangan kotanya ke utara maupun ke timur kota. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian penting di sini adalah konversi lahan-lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian apalagi terjadi pada lahan-lahan pertanian yang produktif dan beririgasi teknis (Diatur Melalui Kepala Presiden)
Sub Direktorat Kawasan Rawan Bencana
Tugas
- Melaksanakan penyiapan data dan informasi mengenai kawasan rawan bencana,
- Melaksanakan penyiapan perumusan perencanaan dan kebijakan kawasan rawan bencana, serta koodinasi dan evaluasi atas pelaksanaanya.
Fungsi
- Pengumpulan, penyusunan dan penyiapan data dan informasi mengenai kawasan rawan bencana;
- Penyusunan perencanaan dalam penanganan kawasan rawan bencana;
- Koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan rencana penanganan kawasan rawan bencana;
- Pengkajian kebijakan penanganan kawasan rawan bencana;
- Pemantauan, evaluasi, penilaian, dan pelaporan atas pelaksanaan kebijakan dan program penaganan kawasan rawan bencana
Rawan Bencana
Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pasa satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemapuan untuk mengagapi dampak buruk bahaya tertentu.
Resiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun wantu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Arti Mitigasi Bencana adalah istilah yang digunakan untuk menujukkan pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Bahaya (Hazards)
Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan United Nations-International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu :
1. Bahaya beraspek geologi, antara lain gempabumi, tsunami, gunungapi. longsor.
2. Bahaya beraspek hidrometerologi, antara lain: banjir, kekeringan, angin topan, gelombang pasang.
3. Bahaya beraspek biolog, antara lain : wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman.
4. Bahaya beraspek teknologi, antara lain : kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kegagalan teknologi.
5. Bahaya beraspek lingkungan, antara lain : kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.
Kerentanan (Vulnerability)
kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sabagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila "bahaya" terjadi pada "kondisi yang rentan". seperti yang dikemukakan Awotona (1997:1-2): " .... Natural disaster are the interaction between natural hazard and vulnerable condition". Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi.
Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut : persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat; jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; jaringan PDAM; dan jalan KA. Wilayah permukiman di Indonesia dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan karena persentasi kawasan terbangun, kepadatan bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan sangat tinggi sedangkan persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM , jalan KA sangat rendah.
Resiko Bencana (Disaster Risk)
Resiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan daerah dengan ancaman bahaya (hazard) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat.
Secara umum, resiko dapat dirumuskan sebagai berikut :
Resiko = Bahaya X Kerentanan
Kemampuan
Atau dapat ditulis sebagai :
Resiko = Bahaya X Kerentanan X Ketidakmampuan
Diskripsi karakteristik dari sejumlah bencana yang sering terjadi di Indonesia dan upaya-upaya mitigasi dan pengurangan dampaknya, ditampilkan dalam halaman berikut. Bencana tersebut adalah sebagai berikut :
- Banjir
- Tsunami
- Gempa Bumi
- Tanah Longsor
- Wabah Penyakit
Banjir
Pengertian banjir adalah 1). Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. 2). Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai. (Selengkapnya)
Tsunami
Pengertian tsunami berasal dari bahasa Jepang. "tsu" yang berarti pelabuhan, "nami" berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di Pelabuhan atau gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. (Selengkapnya)
Gempa Bumi
Pengertian gempabumi adalah merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian bumi secara tiba-tiba. (Selengkapnya)
Tanah Longsor
Pengertian tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. (Selengkapnya)
Wabah Penyakit
Pengertian wabah penyakit adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitannya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. (Selengkapnya) .
Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila.Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.
Secara geografis, letak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem, kondisi alamiah Indonesia sangat khas karena posisinya yang berada di dekat khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis, yang merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Di samping keberadaan yang bernilai sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan rawan bencana, yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa. Dengan keberadaan tersebut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup.
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Tata Ruang
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah:
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.”
Sedangkan menurut D.A.Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan pengertian ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak”.
Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah:
“Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya dan melakukan serta memelihara kelangsungan hidupnya.”
B. Dasar Hukum Tata Ruang
Mochtar Koesoemaatmadja mengonstatir bahwa tujuan pokok penerapan hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan akan ketertiban ini, merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat teratur: di samping itu tujuan lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat pada zamannya.
Menurut Juniarso Ridwan konsep dasar hukum penataan ruang, tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yang berbunyi:
”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia…”
Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke empat, berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut M. Daud Silalahi salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk:
(1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
(2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
(3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme kelembagaan dan untuk perencanannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan:
(1) Pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, dan
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa.
Selanjutnya, Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk mengambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah.
Ketentuan tersebut memberikan hak penguasan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kalimat tersebut mengandung makna, negara mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna terlaksananya kesejahteraan rakyat yang dikehendaki.
Untuk dapat mewujudkan tujuan negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tadi dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah. Apabila dicermati dengan seksama, kekayaan alam yang ada dan dimiliki oleh negara, yang kesemuanya itu memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya pun harus diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, sehingga tidak akan adanya perusakan terhadap lingkungan hidup.
Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang yang bijaksana adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam konteks penguasaan negara atas dasar sumber daya alam, menurut Juniarso Ridwan ”melekat di dalam kewajiban negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusak lingkungan.
Untuk lebih mengoptimalkan konsep penataan ruang, maka peraturan-peraturan peundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-undang No. 267 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang. Keberadaan undang-undang tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.
C. Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Menurut Herman Hermit ”sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk UU Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan”.
Adapun asas penataan ruang menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah:
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. pelindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas. (Pasal 2)
Kesembilan asas penyelenggaraan penataan ruang tersebut pada intinya merupakan norma-norma yang diambil untuk memayungi semua kaidah-kaidah pengaturan penataan ruang.
Adapun tujuan penataan ruang menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 adalah:
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.(Pasal 3)
Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa rumusan tujuan (pengaturan penataan ruang) merupakan penerapan bagaimana konsep asas-asas penyelenggaran penataan ruang mengendalikan arah dan sasaran yang hendak dituju oleh suatu pengaturan UU Penataan Ruang ini.
D. Klasifikasi Penataan Ruang
Menurut Hermit klasifikasi penataan ruang bukan merupakan hal baru dalam pengaturan sistem penataan ruang kita. Pasal UU Penataan ruang ini berbunyi, “Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategi kawasan.”.
Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang klasifikasi
penataan ruang adalah:
Pasal 4
Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.
Pasal 5
(1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.
(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan
c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.
(3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
(4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
Dari pasal-pasal tersebut telah jelas klasifikasi penataan ruang baik berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan-kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategi kawasan.
E. Kebijakan Penataan Ruang Terhadap Lingkungan Hidup Dikaitkan Dengan Perda K3
Makin tinggi taraf hidup manusia, makin bertambah pula macam dan ragam kebutuhannya. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk memenuhi kebutuhan di atas dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang tersedia di sekitarnya dengan melakukan berbagai macam kegiatan, baik langsung maupun tidak. Kegiatan tersebut memerlukan ruang atau tempat.
Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat terjadi persaingan. Bahkan, terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan, yang dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian, yang terdapat dalam suatu ruang dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan.
Di samping itu, sutu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu pada tempat kediaman/pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan wilayah meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di hulu sungai terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.
Menurut M. Dauh Silalahi perubahan terhadap peruntukan lahan yang tidak disertai dengan perencanaan yang matang dapat menimbulkan dampak yang merugikan dan konflik-konflik yang mengganggu lancarnya kegiatan pembangunan. Sebagai contoh konkret mengena hal ini timbulnya masalah tata ruang di kawasan Puncak. Sebagai objek wisata yang banyak dikunjungi orang, di daerah ini banyak pembangunan fasilitas seperti bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja menimbulkan konflik-konflik dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga dapat mengancam rusaknya keindahan alam yang menjadi objek utama dari para wisatawan.
Masalah tata ruang di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan merupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan primer dan kegiatan sekunder sekiat pusat kota menyebabkan campur baurnya lalu-lintas antar kota dengan lalu-lintas menimbulkan kemacetan dan berbagai gangguan kegiatan lainnya.
Oleh karena itu, kebijakan penataan urang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus memperhatikan aspek lingkungan hidup, sebagaimana Mochtar Kusumaatmadja di dalam buku M. Daud Silalahi:
“karena pemerintah merupakan pengemban dan penjaga kepentingan umum masyarakat, maka melalui pemerintahannya, masyarakat harus menuntut agar ongkos-ongkos sosial ini diperhitungkan dengan seksama dan ditentukan pula siapa-siapa saja yang harus membayar ongkos-ongkos sosial ini”.
Selanjutnya M. Daud Silalahi mengatakan agar hal ini dapat terintegrasi dalam suatu proses keputusan yang berwawasan lingkungan, beberpa hal perlu dipertimbangkan, antara lain, sebagai berikut:
1. Kuantitas dan kualitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan;
2. akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam, di darat maupun di laut, termasuk kekayaan hayati laut, dan habisnya deposit dan stok;
3. alternatif cara pengambilan kekayaan hayati laut dan akibatnya terhadap keadaan sumber kekayaan itu;
4. ada tidaknya teknologi pengganti;
5. kemungkinan perkembangan teknologi-teknologi pengganti termasuk biayanya masing-masing;
6. adanya lokasi lain yang sama baiknya atau lebih baik;
7. kadar pencemaran air dan udara, kalau ada;
8. adanya tempat pembuatan zat sisa dan kotoran serta pengolahannya kembali (recycling) sebagai bahan mentah; dan
9. pengaruh proyek pada lingkungan, kecepatan dan sifat pemburukan lingkungan, kemungkinan penghentian proses pemburukan lingkungan dan biaya alternatif lainnya.
Karena mengingat kenyataan bahwa di negara yang sedang berkembang sebagian besar kegiatan pembangunan berada di bawah penguasan dan bimbingan pemerintah, sudah selayaknya bahwa masalah perlindungan lingkungna ini diintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat perlindungan dan pelestarian lingkungan dalam rencana pembangunan adalah keharusan untuk melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang merupakan konsep pengaturan hukum di bidang hukum.
Berkaitan dengan kebijakan penataan ruang Handiman Rico Handiman Rico dalam makalahnya mengatakan:
Dalam rangka menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai berikut:
· Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004), mengatur kewenangan Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi
· Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan didukung sumberdaya yang memadai
· Pemberdayaan masyarakat
· Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi Good Governance
· Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas
Selanjutnya Perda Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 Pasal 1 ayat dinyatakan bahwa:
Kebersihan adalah lingkungan kota yang bersih dari pencemaran udara, pencemaran air dan sampah. (ayat 14)
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (ayat 16)
Dari penjelasan tersebut bila dihubungkan dengan penataan ruang, maka pengembangan wilayah hendaknya memperhatikan aspek kebersihan dan lingkungan hidup.
Desember 17, 2008

